ANDA INGIN DAPAT UANG

IKLAN

IKLAN

TENTANG SAYA

Makassar / Pinrang / Indonesia Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS By Udin

SIROSIS HEPATIS
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati yang menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
2. Etiologi
Etiologi yang diketahui penyebabnya :
a. Hepatitis virus tipe B dan C
b. Alkohol
c. Metabolik : Hemokromatosis, idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha I anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit penimbunan glikogen.
d. Kolestatis kronik/sirosis billiar sekunder intra dan ekstrahepatik.
e. Obstruksi aliran vena hepatik.
Penyakit vena oklusif.
Sindrom budd chiari.
Perikarditis konstriktiva.
Payah jantung kanan.
f. Gangguan immunologis.
Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif.
g. Toksik dan obat ; MTX, INH, Metil dopa.
h. Operasi pintas usus halus pada obesitas.
i. Malnutrisi, infeksi seperti : malaria, sistosomiasis.
Etiologi yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik heterogenous.
3. Anatomi dan Fisiologi
Gambar : Struktur lobus hati. 5)
Keterangan gambar :
1. Kanalikuli billiaris
2. Sel uttoral (sel kuffer)
3. Sel-sel hati
4. Sinosoid
5. Ruang disse
6 Limfatik terminal
7 Pembuluh limfatik
8 Vena porta
9 Arteri hepatika
10 Duktus billiaris

Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 mm . Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus.
Lobulus hati yang ditunjukkan dalam (gambar) terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hepar yang memancar secara sentifugal dari vena sentralis seperti teruji roda. Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan.
Juga dalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venula ini darah mengalir ke sinusoid hepar gepeng dan bercabang yang terletak diantara lempeng-lempeng hepar dan kemudian ke vena sentralis. Dengan demikian sel hepar terus menerus terpapar dengan darah vena porta.
Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar di dalam septum interlobularis. Arteriol ini menyuplai darah arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati. Paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis.
Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi oleh dua tipe sel yang lain 1) sel endotel khusus, 2) sel kuffer besar yang merupakan makrofag jaringan, yang mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Lapisan endotel dan sel hepar, terdapat ruang jaringan yang sangat sempit yang disebut ruang disse, Jutaan ruang disse kemudian menghubungkan pembuluh limfe di dalam septum interlobularis.
Fungsi hati :
1. Fungsi sistem vaskuler hepar.
- Aliran darah melalui hati.
- Tekanan dan tahanan dalam pembuluh hepatika.
- Fungsi penyimpanan hati.
- Aliran limfe yang sangat tinggi dari hati.
- Sistem makgrofag hepatik – fungsi pembersih darah hati.
2. Fungsi metabolik hati.
- Metabolisme karbohidrat
- Metabolisme lemak
- Metabolisme protein.
3. Berbagai fungsi metabolik hati yang lain.
- Penyimpanan vitamin.
- Hubungan antara hati dengan koagulasi darah.
- Penyimpanan besi.
- Pengeluaran atau ekskresi obat-obatan, hormon, dan zat lain oleh hati.
Fungsi utama hati
Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi empedu.
Metabolisme garam empedu.
Metabolisme pigmen empedu
Metabolisme karbohidrat
- Glikogenesis
- Glikogenolisis
- Glukogenesis
Metabolisme protein
Sintesis protein
Pembentukan urea
Penyimpanan protein
Metabolisme lemak
- Ketogenesis
- Sintesis kolesterol
Penyimpanan lemak
Penyimpanan vitamin dan mineral
Metabolisme steroid
Detoksikasi
Ruang pengapung dan fungsi penyaring
Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus
Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua proses konjugasinya berlangsung dalam hati dan dieksresi dalam empedu.
Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.
Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta alfa dan beta globulin (gama globulin tidak)
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, X vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3 yang kemudian di ekskresi dalam kemih dan faeces.
NH3 dibentuk dari deaminasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino.
Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fospolipid, dan lipoprotein.
Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.
Vitamin yag larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati, juga vitamin B12 , tenbaga, dan besi.

Hati mengaktifkan dan mensekskresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, progesteron, dan testosteron.
Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya.
Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava : kerja fagositik sel kuffer membuang bakteri dan debris dari darah.

4. Patogenesis.
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
5. Gambaran klinik
a. Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual muntah, dan diare.
b. Demam, berat badan menurun, lekas lelah.
c. Asites, hidrothoraks, dan edema.
d. Ikterus, kadang-kadang urine yang menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
e. Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis.
f. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esopagus.
g. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu :
1) Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila dan pubis.
2) Amenore, hiperpigmentasi areola mammae.
3) Spider nevi dan eritema
4) Hiperpigmentasi
5) Jari tabuh.3
6. Komplikasi
Bila penyakit sirosis hepatis berlanjut progresif maka gambaran klinis prognosis dan pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi :
a. Kegagalan hati (hepatoseluler)
b. Hipertensi portal
1) Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofi testis ginekomastia, ikterus, ensepalopati dan lain-lain.
Timbul asites akibat hipertensi portal dengan hipoalbumin akibat kegagalan hati
2) Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esopagus/cardia, capur medusae, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul berupa :
c. Asites
d. Ensefalopati
e. Peritonitis bakterial spontan
f. Sindrom hepatorenal
g. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah.
HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrosister, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosa yang kurang baik.
b. Kenaikan kadar enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan garamnya akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.
c. Albumin.
Kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan sel hati yang kurang.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan turun pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal < normal mempunyai prognosis yang jelek.
e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet.
f. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki masa protrombin.
Pemeriksaan hemostatik pada pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esopagus, gusi maupun epistaksis.
g. Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukkan prognosis yang kurang baik.
h. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HBs Ag/HBs Ab, Hbe Ag/HBe Ab, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.
8. Penatalaksanaan
a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
d. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.
e. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
a. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
b. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio, psiko, sosio, spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kehidupan sehari-hari secara mandiri.3
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-langkah proses keperawatan yaitu pengkajian, perencanan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1 Pengkajian
Pengkajian dianggap sebagai dasar proses keperawatan yang kegiatannya bertujuan mengumpulkan informasi mengenai pasien, informasi tersebut akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial, dan lingkungan. Sebagai sumber informasi dapat digunakan yaitu pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan lainnya atau sumber data sekunder, metode pengumpulan data meliputi : pengkajian fisik, observasi, wawancara, riwayat keperawatan, survei rumah, dan masyarakat, analisis catatan, lap dokumentasi yang terkait.4
Pengkajian merupakan proses memilih dan membedakan yang memerlukan keputusan tentang relevansi data serta dasar pengetahuan yang kuat dan berbagai disiplin ilmu, sehingga dapat melakukan pengkajian yang benar, saksama dan komprehensif. Hasil proses pengkajian adalah data objektif & subjektif tentang klien.
Adapun pengkajian yang sistimatis meliputi 3 kegiatan yaitu :
a. Pengumpulan data
Data yang berhubungan dengan kasus sirosis hepatis perlu dikaji sebagai berikut :
1) Biodata
(a) Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa.
(b) Identitas penanggung : Nama umur, jenis kelamin, agama, alamat suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, hubungan keluarga.
2) Riwayat kesehatan sekarang
(a) Adanya nyeri epigastrium.
(b) Gejala awal biasanya anoreksia, dispepsia, nausea, muntah, flatulen.
3) Riwayat kesehatan sebelumnya
(a) Riwayat alkohol.
(b) Riwayat merokok.
(c) Riwayat DM.
(d) Riwayat toksis dan obat
4) Aspek-aspek lain yang berhubungan misalnya pola istirahat, aspek psikologis, sosial, dan spiritual.
5) Data-data pengkajian klien.
- Aktifitas/istirahat.
Gejala : kelemahan, kelelahan, terlalu lelah.
Tanda : letargi, penurunan massa otot/tonus.
- Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gjk kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati).
Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
Dvj, vena abdomen distensi.
- Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites).
penurunan atau tidak ada bising usus.
Faeces warna tanah liat, melena.
Urin gelap, pekat.
- Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima.
Mual, muntah.
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan.
Edema umum pada jaringan.
Kulit kering.
Turgor buruk.
Ikterik, angioma spider.
Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
- Neuresensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
Asterik
- Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas.
Pruritus
Neuritis Perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi.
Fokus pada diri sendiri.


- Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan.
Ekspansi paru terbatas (asites)
Hipoksia
- Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik)
Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
- Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi/impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).
- Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat penggunaan alkohol jangka panjang/ penyalahgunaan, penyakit hati alkoholik.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin, trauma hati, perdarahan GI atas, episode perdarahan varises esopageal, penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,2 hari.
Rencana pengulangan : Mungkin memerlukan bantuan dengan tugas perawatan/pengaturan rumah.
Pemeriksaan diagnostik
- Skan/biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
- Esofagoskopi : Dapat menunjukkan adanya varises esopagus.
- Portografi transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
- Bilirubin serum : Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk mengkonjugasi atau obstruksi billier.
- SGOT, SGPT, LDH : Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
- Alkalin fosfatase : Meningkat karena penurunan ekskresi.
- Albumin serum.
- Globulin C Ig A & Ig G : Peningkatan sintesis.
- Fibrinogen : Menurun
- BUN : Meningkat menunjukkan kerusakan darah/protein.
- merubah di amonia menjadi urea.
- Glukosa serum : Hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
- Kalsium : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorbsi vitamin D.
- Uribilinogen fecal : Menurunkan ekskresi.
b. Klasifikasi data.
Setelah melaksanakan pengumpulan data secara berkesinambungan baik data fisik, psikologis, sosial, dan spiritual, maka data tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Data subjektif
- Nyeri tekan abdomen
- Lemah
- Anoreksia
- Mual, muntah

2) Data objektif
- Penurunan massa otot/tonus
- Distensi abdomen
- Penurunan bising usus
- Melena
- Urin gelap
- Penurunan BB
- Edema umum pada jaringan
- Kulit kering
- Turgor buruk
- Ikterik
- Demam
c. Analisa data.
Setelah data diklasifikasikan, kemudian dilanjutkan dengan analisa data untuk mencari penyebab dan masalah yang mungkin terjadi.
d. Diagnosa keperawatan.
Menurut H. Lismidar dkk, dalam buku Proses Keperawatan penerbit Universitas Indonesia (UI-pres) tahun 1990 halaman 12. Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah pasien, yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan, diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh melalui pengkajian data.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan dengan gangguan sistem pencernaan pada kasus sirosis hati :
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
2) Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan kelebihan natrium atau masukan cairan.
3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya edema, asites.
4) Resiko terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites.
5) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hipertensi portal.
6) Resiko tinggi terhadap proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (Peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim).
7) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan peran fungsi.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
e. Perencanaan
Perencanaan perawatan adalah penentuan apa yang akan dilaksanakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah keperawatan dan tindakan keperawatan serta rasional dari tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan.
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
Tujuan : Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
(a) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi.
(b) Berikan makan sedikit dan sering.
Rasional : Buruknya toleransi terhadap makan banyak, mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen/asites.
(c) Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional : Perdarahan dari varises esopagus dapat terjadi pada sirosis berat.
(d) Anjurkan menghentikan merokok.
Rasional : Menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/perdarahan.
2) Perubahan volume cairan (kelebihan) berhubungan dengan natrium/masukan cairan.
Tujuan : Menunjukkan volume cairan stabil berhubungan dengan kelebihan natrium/masukan cairan.
Intervensi :
(a) Ukur pemasukan dan pengeluaran.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.
(b) Observasi tekanan darah.
Rasional : Peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan dengan volume cairan.
(c) Dorong untuk tirah baring bila ada asites
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
(d) Berikan perawatan mulut, kadang beri es batu.
Rasional : Menurunkan rasa haus.


3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit buruk, adanya edema asites.
Tujuan : Mengidentifikasikan faktor resiko dan menunjukkan teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
(a) Ubah posisi pada jadwal teratur.
Rasional : Perubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.
(b) Tinggikan ekstremitas bawah.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena & menurunkan edema pada ekstremitas.
(c) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.
Rasional : Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
(d) Gunting kuku jari hingga pendek, berikan sarung tangan bila diindikasikan
Rasional : Mencegah dari cedera.
4) Resiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif berhubungan dengan asites.
Tujuan : Mempertahankan pola napas efektif.
Intervensi :
(a) Kaji frekuensi, kedalaman, dan daya upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan cepat dan dangkal mungkin sehubungan dengan hipoxia dan akumulasi cairan dalam abdomen.
(b) Auskultasi bunyi napas, mengi, ronchi.
Rasional : Menunjukkan terjadinya komplikasi.
(c) Ubah posisi dengan sering ; dorong napas dalam, latihan batuk secara efektif.
Rasional : Membantu ekspansi paru dan mobilisasi sekret.
(d) Awasi suhu ; catat adanya menggigil.
Rasional : Menunjukkan timbulnya infeksi.
5) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan hipertensi portal.
Tujuan : Mempertahankan homeostatis dengan tanpa perdarahan.
Intervensi :
(a) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan G.I.
Rasional : Traktus Gastro Intestinal paling biasa sumber perdarahan sehubungan dengan mukosa yang rusak.
(b) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Dapat menunjukkan adanya kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
(c) Gunakan jarum kecil untuk injeksi, tekan lebih lama bagian suntikan.
Rasional : Meminimalkan kerusakan jaringan, menurunkan resiko perdarahan.
(d) Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin.
Rasional : Koagulasi memanjang, berpotensi untuk resiko perdarahan.
6) Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental/orientasi kenyataan.
Intervensi :
(a) Catat terjadinya/adanya asterik, fetor hepatikum, aktivitas kejang.
Rasional : Menunjukkan peningkatan kadar amonia serum, peningkatan resiko berlanjutnya ensefalopati.
(b) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum/mental pasien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
(c) Orientasikan kembali pada waktu, tempat, orang sesuai kebutuhan.
Rasional : Membantu dalam mempertahankan orientasi kenyataan, menurunkan bingung/ansietas.
(d) Pertahankan tirah baring, bantu aktifitas perawatan diri.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik hati.


7) Gangguan harga diri berhubungan dengan prubahan peran fungsi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada.
Intervensi :
(a) Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan berkunjung/ berpartisipasi pada perawatan.
Rasional : Partisipasi pada perawatan membantu mereka merasa berguna.
(b) Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan positif.
Rasional : Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien.
(c) Diskusikan situasi/masalah, jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit.
Rasional : Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alkohol.
(d) Bantu pasien/orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan.
Rasional : Pasien dapat menunjukkan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites. Beri dorongan untuk meningkatkan harga diri.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi tidak adekuat.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
Intervensi :
(a) Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang dapat membuat pilihan informasi.
(b) Tekankan pentingnya menghindari alkohol
Rasional : Karena alkohol menyebabkan terjadinya sirosis.
(c) Informasikan pasien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang diresepkan.
Rasional : Beberapa obat bersifat hepatotoksik selain itu kerusakan hati telah menurunkan kemampuan metabolisme obat, meningkatkan kecenderungan perdarahan.
f. Pelaksanaan/Implemetasi
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
1.) Tindakan mandiri
2.) Tindakan observasi
3.) Tindakan health education
4.) Tindakan kolaborasi

g. Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan klien dapat diketahui Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :
1.) Masalah klien dapat dipecahkan .
2.) Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.
3.) Masalah klien tidak dapat dipecahkan.
4.) Dapat muncul masalah baru.
Evaluasi untuk klien dengan sirosis hepatis dapat disesuaikan dengan masalah yang telah ditanggulangi dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.
1.) Apakah tidak menunjukkan perubahan nutrisi?.
2.) Apakah tidak menunjukkan perubahan volume cairan?.
3.) Apakah resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit tidak terjadi?.
4.) Apakah rsiko tinggi terhadap pola napas tidak efektif tidak terjadi?.
5.) Apakah resiko tinggi terhadap cedera tidak terjadi?.
6.) Apakah resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir tidak terjadi?.
7.) Apakah gangguan harga diri teratasi?.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer Dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga FK. UI 1999 Hal 508-509.

Guyton dan Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9 Jakarta Tahun 1997 Hal 1103-1107.

Lismider, H Dkk, Dalam Buku Proses Keperawatan, UT Press Tahun 1990 Hal 12.

Lynda Juall Corpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2 Jakarta 1999 Hal 136 - 142.

Marilynn E. Doenges Dkk, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3 Jakarta Hal 544 - 557.

Sjaifullah Noer, H. M, Prof, Dr, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta Tahun 1996. Hal 271 - 279.

Sylvia A. Price, Larraine M. Wilson, Patofisiologi Edisi 4 Jilid I Tahun 1995. Hal 426 - 450.

Tien Gartinah Mn, Ratna Siturus, M, APP SC, Dewi Irawati, Ma. Keperawatan dan Praktek Keperawatan, Jakarta. 1999. Hal 4.

Tim Departemen Kesehatan RI. Konsep dan Proses Keperawatan, Buku I Jakarta 1991 Hal 17.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA By udin

STRUMA NODOSA NON TOKSIK
1. Pengertian struma nodosa non toksik
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).

2. Anatomi fisiologi kelenjar tyroid
a. Anatomi
Kelenjar tyroid terdiri dari dua lobus yang berkapsul, yang terletak di sebelah kanan dan kiri trakea. Kedua lobus dihubungkan oleh isthmus yang menyilang trakea sedikit di bawah kartilago krikoid. Berat kelenjar tyroid normal pada orang dewasa adalah sekitar 15 – 20 gram. Setiap lobus mempunyai diameter vertikal 2 – 3 cm dan tebal 1 cm. Volume kelenjar tyroid dapat diperkirakan antara 10 – 30 cm pada orang normal.
b. Fisiologi
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon T4. bentuk aktif ini adalah trydotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4, di perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Kelenjar tyroid terdiri dari folikel-fiolikel yang berisi larutan koloid. Hormon ini merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh, mengatur metabolisme lemak, hidrat arang dan sangat diperlukan untuk pertumbuhan. Fungsi kelenjar tyroid dipengaruhi oleh TSH (tyroid stimulating hormon) dari hipofisis anterior. Apabila TSH menurun dapat terjadi atropi tyroid dan apabila TSH meningkat, hormon tyroid juga meningkat yang kemudian melalui mekanisme feed back akan menekan fungsi hypofisis. Sebaliknya apabila hormon tyroid berkurang akan merangsang hypofisis untuk mengeluarkan TSH lebih banyak. Oleh karena itu apabila hormon tyroid berkurang akan mengakibakan hyperplasia dan pembesaran kelenjar tyroid. Proses hyperplasia cenderung lokal dan tersebar, sehingga menimbulkan benjolan-benjolan (noduli).

3. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.


c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

4. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh TSH kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

5. Gejala-gejala
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.

6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak toksik, melalui :
a. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
b. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
c. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya nodul.
d. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.

7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
b. Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis menggunakan pedoman asuhan keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien secara ilmiah dan sistematis yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :
a. Aktivitas/istirahat
Data subyektif : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat.
Data obyektif : atrofi otot.
b. Eliminasi
Data subyektif : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
c. Integritas ego
Data subyektif : mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik.
Data obyektif : emosi labil, depresi.
d. Makanan/cairan
Data subyektif : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
Data obyektif : pembesaran tyroid, goiter.
e. Rasa nyeri/kenyamanan
Data subyektif : nyeri orbital, fotofobia.
f. Pernafasan
Data subyektif : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).


g. Keamanan
Data subyektif : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan).
Data obyektif : suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
h. Seksualitas
Data subyktif : libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
Setelah kseluruhan data terkumpul, selanjutnya dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
a. Data subyektif
Data subyektif mencakup gangguan koordinasi insomnia, perubahan pola eliminasi, kemampuan untuk menangani tekanan-tekanan (stress), penurunan berat badan, nafsu makan meningkat, nyeri orbital, frekuensi pernafasan meningkat, daya penyesuaian terhadap panas dan dingin, libido menurun.
b. Data obyektif
Hal ini ditandai dengan adanya atropi otot, emosi labil, depresi, pembesaran tiroid, goiter, peningkatan suhu di atas 37,40 C, diaphoresis, sifat dan ciri-ciri tubuh, keadaan rambut termasuk kualitasnya serta keadaan mata.
Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa keperawatan yang merupakan suatu pernyataan dan masalah pasien secara nyata maupun potensial berdasarkan data yang terkumpul. Diagnosa keperawatan pada pasien dengan struma nodosa nontoksis khususnya post operai dapat dirumuskan sebagai berikut ;
a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal, ditandai dengan :
Data subyektif : sakit menelan, nyeri luka operasi.
Data obyektif : pernafasan cepat dan dalam, ada sekret/lendir.
b. Gamgguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan, ditandai dengan :
Data subyektif : pembengkakan pada jaringan keronkongan, rasa nyeri pada luka, pasien tidak merasa nyaman, sakit menelan.
c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat, ditandai dengan :
Data subyektif : pernafasan cepat (takipnea), nyeri luka operasi.
Data obyektif : peningkatan suhu tubuh, takikardi, cyanosis, kejang, mati rasa, dan infeksi pada luka operasi.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi, ditandai dengan :
Data subyektif : bertanya, meminta informasi, pernyataan salah konsepsi.
Data obyektif : tidak mengikuti instruksi/terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
2. Perencanaan keperawatan/intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka disusunlah rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :
a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal, ditandai dengan :
- Data subyektif : sakit menelan, nyri luka operasi.
- Data obyektif : pernafasan cepat dan dalam, ada sekret/lendir yang kental di kerongkongan, dyspnoe, stridor, cyanosis.
Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana tindakan/intervensi
1.) Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
Rasional :
Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
2.) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
Rasional :
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
3.) Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera.
4.) Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
5.) Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi.
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas.
6.) Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum.
Rasional :
Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri.
7.) Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior
Rasional :
Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
8.) Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi.
9.) Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat.
10.) Pembedahan tulang
Rasional :
Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah yang mengalami perdarahan yang terus menerus.
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan saraf laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan, ditandai dengan :
- Data subyektif : pembengkakan pada jaringan kerongkongan, rasa nyeri pada luka, pasien tidak merasa nyaman, sakit menelan.
- Data obyektif : tidak dapat berbicara, menggunakan bahasa isyarat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
- Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi
1.) Kaji fungsi bicara secara periodik.
Rasional :
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea.
2.) Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak.
Rasional :
Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
3.) Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar.
Rasional :
Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
4.) Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
Rasional ;
Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
5.) Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera.
Rasional :
Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/memerlukan bantuan.
6.) Pertahankan lingkungan yang tenang.
Rasional :
Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.
c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat, ditandai dengan :
- Data subyektif : pernafasan cepat (takipnea), nyeri luka operasi.
- Data obyektif : peningkatan suhu tubuh, tachicardi, cyanosis, kejang, mati rasa dan infeksi pada luka operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
- Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
1.) Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru).
Rasional :
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
2.) Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional :
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan.
3.) Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
4.) Memantau kadar kalsium dalam serum.
Rasional :
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
5.) Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional ;
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan paska operasi ditandai dengan :
- Data subyektif : nyeri luka operasi, sakit menelan.
- Data obyektif : lendir kental di kerongkongan, edema sekitar luka operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
1.) Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.
Rasional :
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
2.) Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal pasir/bantal kecil.
Rasional :
Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
3.) Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.

Rasional :
Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
4.) Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
Rasional :
Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
5.) Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
Rasional :
Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
6.) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.
Rasional :
Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
7.) Kolaborasi
Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya.
8.) Berikan es jika ada indikasi
Rasional :
Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan secara terbuka/mengingat kembali, setelah menginterpretasikan konsepsi.
- Data subyektif : bertanya, meminta informasi, pernyataan salah konsepsi.
- Data obyektif : tidak mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
- Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya, berpartisipasi dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang perlu.
Rencana tindakan/intervensi :
1.) Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.
Rasional ;
Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai informasi.
2.) Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat mencakup garam beriodium.
Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang sesuai dengan pemakaian garam beriodium cukup.
3.) Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang berlebihan, kacang kedelai, lobak.
Rasional :
Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan aktivitas tyroid.
4.) Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)
Rasional :
Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu.
5.) Dorong program latihan umum progresif
Rasional :
Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang memfasilitasi pemulihan kesejahteraan.
3. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap evaluasi ini akan difokuskan pada :
a. Apakah jalan nafas pasien efektif?
b. Apakah komunikasi verbal dari pasien lancar?
c. Apakah tidak terjadi tanda-tanda infeksi?
d. Apakah gangguan rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?
e. Apakah pasien telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan pengobatannya?

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E. Marylnn, et all, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ketiga, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Engram Barbara, (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3, Penerbit : Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Henderson M. A, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.

Junadi Burnawan, (1982), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Kedua, Media Aeusculapius, FKUI, Jakarta.

Moelianto Djoko R, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI Jakarta.

__________________, (1987), Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, EGC, Jakarta
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments