ANDA INGIN DAPAT UANG

IKLAN

IKLAN

TENTANG SAYA

Makassar / Pinrang / Indonesia Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEFALUS By Udin

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEFALUS

I. Defenisi
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor.
Beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus :
a. Hidrocephalus Non – komunikasi (nonkommunicating hydrocephalus)
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
b. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus)
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus)
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

II. Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis
a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam.
Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)
2). Parenchym otak
3). Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri.
Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.

III. Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.

IV. Etiologi dan Patologi
Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro, Aquaductus Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler menyebabkan hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal Hidricephalus)
Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi subarahcnoid dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP.
Type lain dari hidrocephalus disebut : Communcating (Eksternal Hidrocephalus) dmana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama – sama dengan malformasi cerebrospinal sebelumnya.
V. Tanda dan Gejala
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya.
Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.
Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela.
Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.
Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
VI. Diagnosis
 CT Scan
 Sistenogram radioisotop dengan scan .
VII. Perlakuan
 Prosedur pembedahan jalan pintas (ventrikulojugular, ventrikuloperitoneal) shunt
 Kedua prosedur diatas membutuhkan katheter yang dimasukan kedalam ventrikel lateral : kemudian catheter tersebut dimasukan kedalasm ujung terminal tube pada vena jugular atau peritonium diaman akan terjadi absorbsi kelebihan CSF.
VIII. Penatalaksanaan Perawatan Khusus
Hal – hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post – operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut :
1) Post – Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi.
2) Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup (biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di pompa.
3) Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan.
4) Amati adanya kebocoran disekeliling balutan.
5) Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP.
Hidrocephalus pada Anak atau Bayi
Pembagian :
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) ;
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;
- Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil
- Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya..
Penyebab sumbatan ;
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak ;
1. Kelainan kongenital
2. Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ; Meningitis )
3. Neoplasma
4. Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.
2. Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF.
Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Manifestasi klinis
1. Bayi ;
- Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
- Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
- Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial;
• Muntah
• Gelisah
• Menangis dengan suara ringgi
• Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
- Peningkatan tonus otot ekstrimitas
- Tanda – tanda fisik lainnya ;
• Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas.
• Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas iris.
• Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
• Strabismus, nystagmus, atropi optik.
• Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
2. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
- Nyeri kepala
- Muntah
- Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
- Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun.
- Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
- Strabismus
- Perubahan pupil.
1. PENGKAJIAN
1.1 Anamnese
1) Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
2) Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
Keluhan sakit perut.

1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
 Anak dapat melioha keatas atau tidak.
 Pembesaran kepala.
 Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
2) Palpasi
 Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.
 Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Pemeriksaan Mata
 Akomodasi.
 Gerakan bola mata.
 Luas lapang pandang
 Konvergensi.
 Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
 Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

1.3 Observasi Tanda –tanda vital
Didapatkan data – data sebagai berikut :
 Peningkatan sistole tekanan darah.
 Penurunan nadi / Bradicardia.
 Peningkatan frekwensi pernapasan.
1.4 Diagnosa Klinis :
 Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang )
 Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
 Opthalmoscopy : Edema Pupil.
 CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.
 Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1 Pre Operatif
1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Intervensi :
 Jelaskan Penyebab nyeri.
 Atur posisi Klien
 Ajarkan tekhnik relaksasi
 Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik
 Persapiapan operasi

2) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Intervensi :
 Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya.
 Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak.
 Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman.
3) Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Intervensi :
 Kaji tanda – tanda kekurangan cairan
 Monitor Intake dan out put
 Berikan therapi cairan secara intavena.
 Atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus.
 Monitor tanda – tanda vital.
2.2 Post – Operatif.
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang
Intervensi :
 Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut.
 Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan dengan interval yang telah ditentukan.
 Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt.
 Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
 Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
 Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya
2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil.
Intervensi :
 Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
 Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
 Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
 Monitor therapi secara intravena.
 Timbang berta badan bila mungkin.
 Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
 Berikan makanan ringan diantara waktu makan
3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi.
Intervensi :
 Monitor terhadap tanda – tanda infeksi.
 Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan
 Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.
 Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt.
4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Intervensi :
 Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.
 Obsevasi terhadap tanda – tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
 Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.
 Berikan latihan secara pasif dan perlahan – lahan.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

LAPORAN PENDAHULUAN ATRIAL SEPTAL DEFECT By Udin

LAPORAN PENDAHULUAN ATRIAL SEPTAL DEFECT

Pengertian
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.

Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.

Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain


Gangguan hemodinamik
Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan.

Manifestasi
1. Bising sistolik tipe ejeksi di daerah sela iga dua/tiga pinggir sternum kiri.
2. Dyspnea
3. Aritmia

Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
2. Foto thorax
3. EKG ; deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD Secundum; RBBB,RVH
4. Echo
5. Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.
6. TEE (Trans Esophageal Echocardiography)

Komplikasi
1. Gagal Jantung
2. Penyakit pembuluh darah paru
3. Endokarditis
4. Aritmia

Terapi medis/pemeriksaan penunjang
1. Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-10 tahun. Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila terjadi sindrome Eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis buruk.
2. Amplazer Septal Ocluder
3. Sadap jantung (bila diperlukan).

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
- Inspeksi :
Status nutrisi¬¬ – Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan dengan penyakit jantung.
Warna – Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
Deformitas dada – Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
Pulsasi tidak umum – Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
Ekskursi pernapasan – Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
Jari tabuh – Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.
Perilaku – Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa jenis penyakit jantung.
- Palpasi dan perkusi :
Dada – Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi)
Abdomen – Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
Nadi perifer – Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan ketidaksesuaian.
- Auskultasi
Jantung – Mendeteksi adanya murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung – Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
Paru-paru – Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
Tekanan darah – Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah)
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian – mis; ekg, radiografi, ekokardiografi, fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin, volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.

Rencana asuhan keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria hasil :
a. Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia.
b. Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
Intervensi keperawatan/rasional
a. Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
b. Beri obat penurun afterload sesuai program
c. Beri diuretik sesuai program

2. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan :
Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria hasil :
a. Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b. Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi keperawatan/rasional
a. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
b. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
c. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
d. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
e. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
f. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.

3. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tujuan :
Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria hasil :
a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia
c. Anak tidak mengalami isolasi sosial

Intervensi Keperawatan/rasional
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.

4. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan :
Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
Kriteria hasil :
Anak bebas dari infeksi.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
b. Beri istirahat yang adekuat
c. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.

5. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan :
Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
a. Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b. Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi :
Gagal jantung kongestif :
- Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
- Takipnea
- Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
- Keletihan
- Penambahan berat badan yang tiba-tiba.
- Distress pernapasan
Toksisitas digoksin
- Muntah (tanda paling dini)
- Mual
- Anoreksia
- Bradikardi.
Disritmia
Peningkatan upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
Hipoksemia – sianosis, gelisah.
Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
b. Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
- Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
- Tetap tenang.
- Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
- Hubungi praktisi
c. Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga.
d. Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
e. Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.
f. Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan.

6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan :
Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria hasil :
Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
Intervensi Keperawatan/rasional :
a. Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.
b. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
c. Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.
d. Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.

Evaluasi
Proses : langsung setalah setiap tindakan
Hasil : tujuan yang diharapkan
1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia
3. Anak bebas dari komplikasi pascabedah

DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIALE By Udin

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIALE
PENGERTIAN
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam –macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus

II. ETIOLOGI
Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen – inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk – serbuk dan bulu binatang
Faktor Intrinsik
Infeksi :
- virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
- bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus
- jamur, misalnya aspergillus
· cuaca :
perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan
iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara
emosional : takut, cemas dan tegang
aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari

III. PATOLOGI
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah:
Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan)
Selaput lendir bronkus udema
Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat.
Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:
a. Histamin
- Kontraksi otot polos
- Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema
- Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata
b. Bradikinin
- Kontraksi otot polos bronchus
- Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
- Vasodepressor (penurunan tekanan darah)
- Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah
c. Prostaglandin
- bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)

IV. MANIFESTASI KLINIK
Wheezing
Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan
pernapasan cuping hidung
batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit
diaphoresis
sianosis
nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn
tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

V. STADIUM ASMA
Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk
Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi supra sternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosisi sekitar mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal.
Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar.
Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi.

VI. KOMPLIKASI
1. Status asmatikus
2. Bronkhitis kronik, bronkhiolus
3. Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender
4. Pneumo thoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi
5. Kematian

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik
Foto rontgen dada
Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST)
Analisa gas darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun (alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik)

VIII. PENATALAKSANAAN
Pencegahan terhadap pemajanan alergi
Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
Terapi cairan parenteral
Terapi pengobatan sesuai program
- Beta 2-agonist untuk mengurangi bronkospasme, mendilatasi otot polos bronchial
Albuterol (proventil, ventolin)
Tarbutalin
Epinefrin
Metaprotenol
- Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin mempunyai efek bronkodilatasi
- Antikolinergik, seperti atropine metilnitrat atau atrovent mempunyai efek bronchodilator yang sangat baik
- Kortikosteroid diberikan secara IV (hidrokortison), secara oral (mednison), inhalasi (deksametason)

KONSEP KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat asthma atau alergi dan serangan asthma yang lalu, alergi dan masalah pernapasan
2. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan
3. Riwayat psikososial: factor pencetus, stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya
4. Pemeriksaan fisik
Pernapasan
- Napas pendek
- Wheezing
- Retraksi
- Takipnea
- Batuk kering
- Ronkhi
Kardiovaskuler
Takikardia
Neurologis
Kelelahan
Ansietas
Sulit tidur
Muskuloskeletal
Intolerans aktifitas
Integumen
Sianosis
pucat
Psikososial
Tidak kooperatif selama perawatan
Kaji status hidrasi
- Status membran mukosa
- Turgor kulit
- Output urine
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa
Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI
Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral
Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan
Perubahan proses keluarga b.d. kondisi kronik
Kurang pengetahuan b.d. proses penyakit dan pengobatan]

III. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa
Tujuan :
- anak akan menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan :
tidak ada wheezing dan retraksi
batuk menurun
warna kulit kemerahan
- anak tidak menunjukkan gangguan ketidakseimbangan asam basa yang ditandai dengan saturasi oksigen ± 95 %
Intervensi:
a. Kaji RR, auskultasi bunyi napas
R/: sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
b. Beri posisi high fowler atau semi-fowler
R/; mengembangkan ekspansi paru
c. Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif
R/: membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki oksigenasi
d. Lakukan suction jika perlu
R/: membantu mengeluarkan secret yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak sendiri
e. Lakukan fisioterapi
R/: membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru
f. Berikan oksigen sesuai program
R/ : memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi
Monitor peningkatn pengeluaran sputum
R/: sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru
h. Berikan bronchodilator sesuai indikasi
R/: otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi

2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan
Tujuan : Anak menunjukkan penurunan kelelahan ditandai dengan tidak iritabel, dapat berpartisipasi dan peningkatan kemampuan dalam beraktifitas
Intervensi :
Kaji tanda – tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan HR, peningkatan RR
R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih lanjut
Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup
R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan
Minta orang tua untuk selalu menemani anak
R/: Menurunkan ketakutan dan kecemasan
Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam
R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi
Ajarkan teknik manajemen stress
R/ : Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress

3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI
Tujuan : Anak akan menunjukkan penurunan distress GI ditandai dengan:
Penurunan nausea dan vomiting, adanya perbaikan nutrisi / intake

Intervensi:
a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya
R/: makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan. Makanan yang disukai mendporong anak untuk makan dan meningkatkan intake
b. Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna
R/: Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada GI sehingga sulit dicerna
c. Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi
R/:Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive

Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral
Tujuan :
Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam
Intervensi:
a. Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam
R/: untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya
b. Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan
R/: kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonar
c. Setelah fase akut, anjurkan anak dan orangtua untuk minum 3-8 gelas / hari, tergantung usia dan berat badan anak
R/: anak membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan keseimbangan asam basa untuk mencegah syok

Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan
Tujuan :
Kecemasan menurun, ditandai dengan anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya

Intervensi:
a. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
R/: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan
b. Berikan terapi bermain sesuai indikasi
R/: terapi bermain dapat menurunkan efek hospitalisasi dan kecemasan
c. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak
R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya

DAFTAR PUSTAKA

Betz L. Cecily. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Dina Dr,dr,. Penatalaksanaan Penyakit Alergi.
Speer Kathleen Morgan.Pediatric Care Planning Ashwill,
Ngastiyah. Perawatan anak Sakit.
Corwin, J. Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi.
Suriadi, SKp., Rita, SKp. Asuhan Keperawatan pada Anak.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

LAPORAN PENDAHULUAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) By Udin

LAPORAN PENDAHULUAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
A. PENGERTIAN
Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah ( WHO, 1961 ).
Berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr sampai dengan 2499 gr.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (Markum, 2000).
Asfiksia adalah kurangnya oksigen dalam darah dan meningkatnya kadar karbon dioksida dalam darah serta jaringan (Kamus saku kep. Edisi 22).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Medicine and linux.com).

B. Etiologi BBLR dan Asfiksia
1. Etiologi BBLR
a. Faktor ibu (resti).
b. faktor penyakit (toksimia gravidarum, trauma fisik).
c. faktor usia : < 20 tahun.
d. faktor ibu : riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan ante partum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma dan lain-lain.
e. Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini.
f. Keadaan sosial ekonomi yang rendah.
g. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok.
2. Etiologi Asfiksia
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir, penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari :
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang rendah.
b. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
• Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
• Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
• Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya:

 Plasenta tipis
 Plasenta kecil
 Plasenta tak menempel
 Solusio plasenta
 Perdarahan plasenta
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena :
• Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
• Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia / stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
5. Faktor persalinan
• Partus lama
• Partus tindakan
(Medicine and linux.com DAN Pediatric.com)

C. PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya (Medicine and linux.com)

D. KLASIFIKASI KLINIK NILAI APGAR DAN BBLR :
1. Klasifikasi Asfiksia
a. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena umbilikalis.
b. Asfiksia sedang (APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
c. Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat. Pediatric.com

2. Klasifikasi BBLR Primaturitas murni.
a. Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan masa gestasi.
b. Dismaturitas.
c. BB bayi yang kurang dari berat badan seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
d. BBLR dibedakan menjadi :
 BBLR : berat badan lahir 1800-2500 gram
 BBLSR : berat badan lahir < 1500 gram
 BBLER : berat badan lahir ekstra rendah < 1000 gr

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 ).
2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek).
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi.
4. Pengkajian spesifik/
5. Pemeriksaan fungsi paru/
6. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler/
(Pediatric.com)

F. MANIFESTASI KLINIS
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
- DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
- Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
- Apnea
- Pucat
- Sianosis
- Penurunan terhadap stimulus.
(Medicine and linux.com)

G. PENATALAKSANAAN KLINIS
1. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan nafas.
Kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.
b. Rangsang reflek pernafasan.
Dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles. Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
c. Mempertahankan suhu tubuh.
Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik (Medicine and linux.com DAN Pediatric.com).
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
b. Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20 x/menit Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi (Medicine and linux.com).

H. THERAPI CAIRAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
1. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia
a. Mengembalikan dan mempertahankanKeseimbangan airan
b. Memberikan obat – obatan
c. Memberikan nutrisi parenteral
2. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan
Keuntungan :
a. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat
b. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan
c. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi
d. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari
e. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.
Kerugian :
1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi
2. Komplikasi tambahan dapat timbul :
• Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi
• Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )
• Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
3. Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.
2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
3. Memeriksa kepatenan tempat insersi
4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan
5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program
6. Monitor kondisi dan reaksi pasien
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
Nama : By. Y
Usia : 7 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Ruang/kamar : Peristi/Dahlia
No. Reg : 407221
Diagnosa medik : BBLSR dengan Asfiksia Berat
Dr. penanggung jawab : dr. S Sp A
Tanggal masuk : 5-12-2008 Pukul 07.15 WIB
Tanggal pengkajian : 13-12-2008 Pukul 08.00 WIB
Apgar skor : 3 (Asfiksia Berat)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Hub dengan klien : Anak
Alamat rumah : Pecabean RT 04/01 Kec. Pangkah Kab. Tegal
Masalah utama :
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada saat dikaji tanggal 13 Desember 2008 Jam 08.00 Wib, bayi tampak sesak nafas dengan respirasi 76 x/menit. Sesak berkurang jika posisi bayi semi ekstensi dan terpasang O2 Sungkup 5 liter/menit ditandai dengan menurunnya retraksi rongga dada dan sesak tampak bertambah dengan posisi bayi fleksi ditandai dengan peningkatan PCH.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Bayi lahir pada 5 – 12 – 2008 Pukul 07.15 WIB di Ruang Mawar RSUD Kardinah Tegal melalui persalinan spontan dengan gravidarum II, APGAR SCORE pada menit pertama 3, menit ke 5 nilainya 3 dan pada menit ke 10 nilainya 3, berat badan 1400 gram, panjang badan 38 cm dan air ketuban berwarna jernih. Dan ibu klien mengatakan riwayat kehamilan dan persalinan anak pertama prematur.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya tidak mempunyai penyakit infeksi menular (Misalnya TB), penyakit kardiovaskuler (Hipertensi), dan penyakit keturunan (DM/Asma). Riwayat kehamilan persalinan sebelumnya adalah prematur dan tidak ada riwayat kehamilan gemeli (Kembar).
Genogram

Riwayat Psikologis :
Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya, ekspresi wajah ayahnya tampak cemas, dan bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan.
Data Sosial Ekonomi :
Kepala keluarga adalah ayah klien, sekaligus penangung jawab perekonomian, keputusan diambil oleh ayah dan ibu klien secara musyawarah.

A. PENGKAJIAN FISIK :
1 Keadaan umum
Keadaan umum : Klien tampak lemah
Lingkar kepala : 26 cm
Lingkar Dada : 28 cm
Lingkar Perut : 25 cm
Panjang Badan : 38 cm
Berat badan lahir : 1400 gr
BB saat dikaji : 1200 gr
Lingkar lengan atas : 5 cm
2 Vital Sign
P : 138 x/menit
RR : 76 x/menit
T : 39,1 0C
3 Kepala
Bentuk kepala normochepal, rambut tipis lurus dengan warna rambut hitam, tidak terdapat benjolan, tidak ada lesi, keadaan sutura sagitalis datar, tidak ada nyeri tekan, terdapat lanugo disekitar wajah.
4 Mata
Bentuk mata simetris, tidak terdapat kotoran, bulu mata belum tumbuh, sklera tidak ikterik.
5 Telinga
Bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak terdapat benjolan dan lesi, tulang telinga lunak, tulang kartilago tidak mudah membalik/lambat, terdapat lanugo
6 Hidung
Bentuk hidung normal, PCH positif, terpasang O2 sungkup 5 liter/menit, terpasang NGT, keadaan hidung bersih, tidat terdapat polip dan benjolan.
7 Mulut
Bentuk bibir simetris, tidak terdapat labio palato skizis, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir tampak pucat dan terdapat jamur sisa – sisa pemberian PASI.
8 Dada
Bentuk dada cekung, bersih, terdapat retraksi (pada dinding epigastrium), RR 76x/menit, suara nafas Vesikuler, Cor BJ I BJ II terdengar jelas, tidak terdapat bunyi jantung tambahan (BJ III), tidak terdapat kardiomegali, palpasi nadi radialis brakhialis dan karotis teraba lemah dan ireguler.
9 Punggung
Keadaan punggung bersih, terdapat banyak lanugo, tidak terdapat tanda-tanda dekubitus/ infeksi.
10 Abdomen
Bentuk abdomen datar, BU 10 x/menit, lingkar perut 25 cm, tidak terdapat hepatomegali, turgor kulit kurang elastis ditandai dengan kulit kembali ke bentuk semula lebih dari 2 detik.
11 Umbilikus
Tidak ada kelainan dan tanda-tanda infeksi tali pusat, warna merah muda, bau tidak ada, tali pusat sudah terlepas.
12 Genitalia
Labia mayor belum menutupi labia minor, Anus paten ditandai dengan bayi sudah BAB, mekoniun sudah keluar dan warna terlihat hitam dan konsistensi lembek.

13 Integumen
Struktur kulit halus dan tipis, merah pucat (Pale Pink), lapisan lemak tipis pada jaringan kulit, keriput, tidak ada ruam merah (Skin rash). Lanugo tersebar diseluruh permukaan tubuh.
14 Tonus Otot
Gerakan bayi kurang aktif, bayi bergerak apabila diberi rangsangan.
15 Ekstrimitas
Atas : Bentuk simetris, jari-jari tangan lengkap, akral dingin tidak terdapat benjolan dan lesi.
Bawah : Bentuk simetris, jari-jari kaki lengkap, akral dingin, terpasang IVFD D5 ½ NS Mikro drip di kaki sebelah kanan dengan 10 tetes/menit, tidak terdapat benjolan dan lesi.
Udema Sianosis

16 Refleks
Moro : Moro ada ditandai dengan cara dikejutkan secara tiba-tiba
dengan respon bayi terkejut tapi lemah (sedikit merespon)
Menggenggam : Refleks genggam positif tetapi lemah ditandai dengan respon
bayi menggenggam telunjuk pengkaji tetapi lemah.
Menghisap : Menghisap lemah ditandai dengan bayi mau menghisap dot
tetapi daya hisap masih lemah.
Rooting : Rooting positif tapi masih lemah ditandai dengan kepala bayi mengikuti stimulus yang di tempelkan yang disentuhkan di daerah bibir bawah dagu hanya tetapi bayi hanya mengikuti setengah dari stimulus tersebut.

Babynski : Refleks babinsky positif ditandai dengan semua jari hiper ekstensi dengan jempol kaki dorsi pleksi ketika diberikan stimulus dengan menggunakan ujung bolpoint pada telapak kaki.
17 Therapy
Efotax 2 x 100 mg Antibiotik iv
Gentamicine 3 x 5 mg Antibiotik iv
Aminophiline 3 x 5 mg Bronkodilator iv
Dexamethasone 3 x 1/3 ampul Kortikosteroid iv
Sanmol 2 x 0.2 cc Antipiretik parenteral
Sorbital 30 mg Antikompulsif iv (Jika perlu)
IVFD D5 ½ NS Mikro drip 9 tts/menit iv
18 Laboratorium
WBC 10.0 103/mm3 4.0/11.0 103/mm3
HGB 13,3 g/dl 11.0/18.8 g/dl
HCT 36,9 % 35.0/55.0 %
PLT 235 103/mm3 150/400 103/mm3
MPV 107 Fl 6.0/10.0 Fl

B. DATA IBU
Nama : Ny. Y
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Kehamilan : G2 P2 A0 usia kehamilan 29 minggu
HPHT : 10 Mei 2008
HPL : 17 Februari 2009
Riwayat Persalinan : Persalinan spontan, P2 A0
Riwayat Kesehatan : Kehamilan prematur kurang bulan
Lama Persalinan : 8 jam 45 menit, Kala I : 7 jam, Kala II : 15 Menit, Kala III 30
menit, kala IV 1jam setelah plasenta lahir.
Riwayat ANC : Trimester 1 : 1 kali di bidan
Trimester 2 : 1 kali
Trimester 3 (usia kehamilan 7 bulan ): 2 kali di bidan
Obat – obatan : Obat warung
Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas dahulu
No Jk Umur Usia kehamilan Penolong BBL Nifas Masalah Ket
1. ♀ 2 hari 28 minggu Bidan 1200 gr Normal
40 hari BBLSR Meninggal
2. ♀ 7 hari 29 minggu Bidan 1400 gr Normal BBLSR Hidup

Riwayat menstruasi ibu :
Haid pertama : 12 tahun
Siklus : 28 hari teratur
Volume/banyaknya : 2 x ganti balutan
Lama haid : 5 hari

C. ANALISA DATA
No
Data Fokus Etiologi Masalah
1 Ds:
Do:
 Bayi tampak sesak nafas
 RR 76 x/Menit
 Terlihat retraksi pada dinding epigastrium
 PCH +
 Terpasang O2 sungkup (5 liter / menit)
 Ujung ekstrimitas teraba dingin BBLSR

Imaturitas sistem pernafasan

Usaha nafas bayi tidak maksimal (A.S : 3)

CO2 meningkat (Hiperkapneu)

Gangguan pertukaran gas GG. Pertukaran O2
2 Ds:

Do:
 S : 39,1 0C/Anal
 Leukosit 10. 103/mm3
 Struktur kulit halus dan tipis
 Bayi di simpan dalam inkubator
Imaturitas jaringan lemak pada subkutan

Mekanisme penguapan panas (E,R,K,K)

Gangguan suhu tubuh (Hipertermi)
GG. Thermoregulasi : Hypertermi
3 Ds :

Do :
 NGT terpasang
 IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10tts/menit
 PASI 12x 5 - 7,5 cc/hari
 Refleks hisap lemah dan menelan lemah
 BB lahir 1400 gr
 BB saat dikaji 1200 gr Imaturitas sistim pencernaan

Motilitas usus rendah

Daya mencerna dan mengabsorpsi makanan
berkurang

Pengosongan lambung bertambah

Distensi abdomen

Kerja otot spingter kardio esophagus berkurang

Intake nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
4 Ds :
 Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya
Do :
 Ekspresi wajah ayahnya tampak cemas
 Ayah klien sering bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan. BBLSR

Hospitalisasi

Perawatan ekstra di ruang perinatologi

Bonding Attachment tidak terjadi

Koping keluarga in efektif

Cemas
Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua
5 Ds
Do:
 Terpasang NGT
 IVFD D5 ½ NS Mikro drip10tts/menit di ekstrimitas bawah dextra
 S : 39,1 0 C
 Oedem pada ektremitas bawah dextra yang terpasang infus
 Leukosit 10. 103/mm3
Imaturitas sistem imunologi

Rendahnya kadar Ig G ( gammaglobulin )

Penurunan antibodi dan daya tahan fagositosis belum matur

Invasi bakteri kuman patogen,selang infus/NGT

Resiko tinggi terjadi infeksi Resiko tinggi terjadi infeksi

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
2. Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
4. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi

E. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Imaturitas sistem pernafasan
2. Gangguan Thermoregulasi: Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
4. Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan proses hospitalisasi
5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi

F. NURSING CARE PLANNING (NCP)
Nama : By. Y No Medrek : 407221
Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia. Ditandai dengan :
Ds:
Do:
 Bayi tampak sesak
 RR 76 x/Menit
 Terlihat retraksi pada dinding epigastrium
 PCH +
 Terpasang O2 sungkup (5 liter / menit) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan pertukaran O2 kembali normal dengan kriteria hasil :
• Nafas spontan
• O2 tidak terpasang
• PCH negatif
• Frekuensi nafas normal 30 – 60 x/menit.
• Sianosis negatif. 1. Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi

2. Therapi O2 sesuai kebutuhan

3. Monitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi

4. Monitor saturasi O2 tiap 2 jam

5. Kolaborasi pemberian obat bronchodilator sesuai kebutuhan 1. Posisi kepala sedikit ekstensi bertujuan untuk membuka jalan nafas dan mempermudah pengaliran O2 atau oksigenasi
2. Suplai O2 diberikan bertujuan untuk mempertahankan kadar O2 dalam jaringan.
3. Mengetahui perubahan yang terjadi apakah pernafasan dalam batas normal atau terjadi gangguan.
4. Saturasi O2 dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar O2 dalam jaringan apakah dalam batas normal atau terjadi gangguan.

5. Obat bronkodilator berfungsi untuk membantu menurunkan sesak.
2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
Ditandai dengan :
Ds:
Do:
 S : 39,1 0C/Anal
 Kadar leukosit 10. 103/mm3
 Struktur kulit halus dan tipis
 Bayi di simpan dalam inkubator Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh bayi dalam batas normal kriteria hasil :
• Suhu tubuh dalam batas normal 36.50 C – 37.50C
• Bayi tidak rewel
• Bayi bisa tidur
• Kadar leukosit dalam batas normal 4.0 – 11.0 103/mm3
• Sekresi keringat tidak nampak. 1. Atur suhu inkubator sesuai dengan keadaan bayi.

2. Observasi TTV

3. Kompres bayi dengan kasa yang telah dibasahi dengan air hangat.

4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik 1. Pengaturan suhu inkubator bertujuan untuk mencegah bayi hipertermi dan menurunkan suhu bayi.
2. Observasi TTV ditegakan untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan atau masih dalam keadaan batas normal.
3. Kompres air hangat adalah mempercepat penurunan suhu bayi.

4. Pemberian antipiretik berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh
3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan
Ditandai dengan :
Ds :
Do :
 NGT terpasang
 IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10 tts/menit.
 PASI 12x 5 - 7,5 cc/hari
 Refleks hisap lemah dan menelan lemah
 BB lahir : 1400 gr
 BB saat dikaji : 1200 gr Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi dengan kriteria :
• Turgor kulit elastis
• Tidak terjadi penurunan BB
• Produksi urine 1 -2 ml / kg BB / jam.
• Retensi cairan normal 1. Kaji reflek hisap dan menelan bayi

2. Timbang BB / hari dengan timbangan yang sama
3. Beri ASI atau PASI tiap 2 jam jika tidak terjadi retensi

4. Lakukan Oral hygiene

5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan 1. Reflek hisap dan menellan pada bayi menandakan bayi sudah dapat di berikan asupan peroral
2. Status nutrisi teridentifikasi

3. ASI PASI sebagai nutrisi utama pada bayi

4. Mencegah terjadinya kebasian sisa makanan dan terjadinya pertumbuhan jamur
5. Keseimbangan cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. Ditandai dengan :
Ds :
 Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya
Do :
 Ekspresi wajah ayahnya tampak cemas
 Ayah klien terus bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika menjenguk bayinya di ruang perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan orang tua tidak cemas lagi dengan kriteria :
• Orang tua tampak tenang
• Orang tua kooperatif
• Tidak bertanya-tanya tentang keadaan penyakit anaknya
• Orang tua suadah bertemu dengan bayinya. 1. Kaji tingkat kecemasan keluarga klien

2. kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita bayinya
3. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya

4. Beri waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
1. Mengetahui derajat kecemasan yang diderita oleh keluarga dan memudahkan dalam memberikan intervensi
2. Memudahkan perawat untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan
3. Menambah pengetahuan dengan memberikan informasi tentang keadaan yang dialami oleh bayi
4. Mengetahui tigkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.
5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
 Terpasang NGT
 IVFD 10 tetes/menit
 Kadar leukosit 10.103/mm3
 S : 39,1 0 C
 Oedem pada ektremitas yang terpasang alat tindakan medis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi dengan kriteria :
Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
• Kadar leukosit dalam batas normal 4.0 – 11.0 103/mm3
• Suhu dalam batas normal 36,5o C - 37,5 o C
1. Kaji tanda – tanda infeksi

2. Observasi TTV

3. Perawatan NGT
4. Perwatan IVFD
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
1. Tanda-tanda infeksi diantaranya dolor, kalor, rubor, tumor dan fungsio laesa.
2. Untuk mengetahui keadaan umum bayi apakah terjadi gangguan atau dalam batas-batas normal
3. Mencegah infeksi
4. Mencegah infeksi
5. Antibiotik berfungsi untuk mematikan invasi bakteri penyebab infeksi

G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : By. Y No Medrek : 407221
Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN TANGGAL/ PUKUL IMPLEMENTASI KEPERAWATAN TTD
1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia
13-12-2008
08.00 WIB

08.05

15-12-2008
Pukul 08.00 WIB
08.05 WIB

16-12-2008
Pukul 08.00 WIB

08.05 WIB

1. Mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
R : Klien tampak lemah
H : Posisi kepala sudah semi ekstensi
2. Memonitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
R : Sesak nafas masih terlihat
H : Frekuensi pernapasan 76 x/menit, retraksi dinding dada berlebihan tidak
terdapat suara nafas tambahan
3. Melakukan observasi Therapi O2 sesuai 5 liter/menit sungkup
R : Klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
4. memberikan therapy injeksi Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena.
R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB

1. Mengobservasi pemberian Therapi O2 5 liter/menit sungkup
R : klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
2. Memberikan injeksi Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena
R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB

1. Mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
R : Klien tampak lemah
H : Posisi kepala sudah semi ekstensi
2. Mengobservasi pemberian Therapi O2 sesuai 5 liter/menit sungkup
R : Klien tampak lemah dan pernapasan cepat dan dangkal
H : Oksigen telah terpasang dengan sungkup 5 liter/menit
3. Memonitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi
R : Sesak masih terlihat
H : Frekuensi pernapasan 70x/menit, retraksi dinding dada berlebihan tidak
terdapat suara nafas tambahan
4. memberikan injeksi obat Aminophiline dosis 5 mg dan Dexamethason 1/3 ampul secara parenteral intravena.
R : Klien tampak menyeringai ekspresi kesakitan
H : Obat bronckodilator telah diinjekan pada jam 08.00 WIB
2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
13-12-2008
Pukul 08.00 WIB

08.05 WIB

08.10 WIB

15-12-2008
08.00 WIB

08.05 WIB

16-12-2008
08.00 WIB

08.05 WIB 1. Mengobservasi TTV Bayi
R : Klien tampak menangis dan meringgis
H : Vital Sign bayi
S : 39.1 0C
N: 138 x/menit
R :76x/menit
2. Memberikan Sanmol Drop 0.2 cc secara parenteral selang NGT.
R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
H : Obat antipiretik telah diberikan
3. Mengatur suhu inkubator 35 0C
R : Bayi berada dalam inkubator
H : Suhu inkubator telah disesuaikan 35 0 C

1. Mengobservasi TTV Bayi
R : Klien tampak menangis dan meringgis
H : Vital Sign bayi
S : 37,6 0C P: 120 x/menit
R :74x/menit
2. Memberikan obat antipiretik Sanmol Drop 0.2 cc 2x perhari secara parenteral selang NGT.
R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
H : Obat antipiretik telah diberikan
1. Mengobservasi TTV Bayi
R : Klien tampak menangis dan meringgis
H : Vital Sign bayi
S : 370C P: 120 x/menit
R :70 x/menit
2. Memberikan obat antipiretik Sanmol Drop 0.2 cc 2x perhari secara parenteral selang NGT.
R : Klien Tampak menyeringai dan menangis
H : Obat antipiretik telah diberikan
3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan 13-12-2008
09.00 WIB

09.05 WIB

15-12-2008
09.05 WIB

09.10 WIB

16-12-2008
09.05 WIB

09.10 WIB 1. Mengkaji reflek hisap dan menelan bayi
R : Bayi merespon dengan menjulurkan lidah pada saat disentuh bibirnya
H : Reflek menelan dan menghisap ada tetapi lemah dan terpasang selang NGT
2. MemberikanPASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
R : Klien tampak lemah
H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalUI selan NGT

3. Menimbang BB / hari dengan timbangan yang sama
R : Klien tampak lemah pergerakan kurang aktif
H : BB Klien 1200 gram
3. Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)

1 Memberikan PASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
R : Klien tampak lemah
H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalui selang NGT pada pukul 08.10
WIB
2 Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)

1. Memberikan PASI sebanyak 5-7,5 cc melalui selang NGT
R : Klien tampak lemah
H : PASI telah diberikan sebanyak 7,5 cc melalui selang NGT pada pukul 09.00
WIB
2. Melakukan kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan .
H : Kebutuhan cairan Bayi adalah 10 tts/menit (240 ml)
4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. 13-12-2008
11.30 WIB

15-12-2008
10.00 WIB 1. Mengkaji kecemasan keluarga
R : Keluarga mau berkomunikasi dengan perawat dan kooperatif
H : Orang tua klien mengatakan khawatir tehadap kondisi bayinya saat ini
2. Mengkaji pengetahuan orang tua tentang penyakit dan keadaan bayinya
R : Orang tua tidak mengerti dengan keadaan yang dialami bayinya.
H : Orang tua tidak mengetahui penyakit yang diderita bayinya
3. Memberi penjelasan tentang keadaan bayinya saat ini
R : Orang tua bayi tampak cemas
H : Orang tua tampak mengerti dengan penjelasan yang disampaikan perawat.
4. Memberi waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
H : Orang tua telah melihat bayinya dari luar jendela ruangan dan tampak senang..

5. Memberi waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
R : Orang tua kooperatif
H : Orang tua berharap semoga bayinya cepat sembuh dan segera dibawa pulang.
.
1. Mengkaji kembali kecemasan keluarga
R : Keluarga mau berkomunikasi dengan perawat dan kooperatif
H : Orang tua klien mengatakan masih khawatir tehadap kondisi bayinya
2. Memberi waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
H : Orang tua telah melihat bayinya dari luar jendela ruangan dan tampak
senang. dan ingin segera membawa bayinya pulang
5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
13-12-2008
08.00 wib

08.05 WIB

12.00 WIB

15-12-2008
08.00 WIB

08.05 WIB

12.00 WIB 1. Mengkaji tanda – tanda infeksi pada daerah yang terpasang infus dan NGT
R : Klien tampak lemah dan gerakan kurang aktif
H : Pada daerah yang terpasang infus lerlihat ruam merah dan sedikit bengkak.
2. Memberikan anti biotik Efotak 100mg
R : Klien tampak lemah
H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD

3. Melakukan kolaborasi pemberian anti biotik Gentamycin 5mg hari pada jam R : Klien tampak tertidur
H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
1. Mengkaji tanda – tanda infeksi pada daerah yang terpasang infus dan NGT
R : Klien tampak lemah dan gerakan kurang aktif
H : Pada daerah yang terpasang infus lerlihat ruam merah dan sedikit bengkak.
2. Memberikan anti biotik Efotak 100mg
R : Klien tampak lemah
H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD
3. Melakukan kolaborasi pemberian anti biotik Gentamycin 5mg hari pada jam R : Klien tampak tertidur
4. H : Antibiotik telah diinjekan melalui selang IVFD

H. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : By. Y No Medrek : 407221
Umur : 7 hari Dx Medis : BBLSR + Asfiksia
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN TANGGAL /PUKUL EVALUASI TTD
1 Gangguan pertukaran O2 berhubungan dengan Asfiksia
17-12-2008
Pkl. 08.00 S :
O :
• Bayi terlihat Sesaknya berkurang
• R : 68 x/menit
• O2 masih terpasang secara binasal 2 liter/menit
• Retraksi rongga epigastrium
• PCH tidak terdapat
• Tidak terjadi cyanosis
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
• Therapi O2 sesuai kebutuhan
• Monitor frekuensi pernafasan bayi
• Monitor saturasi O2 tiap 2 jam
• Kolaborasi pemberian obat bronchodilator sesuai kebutuhan
2 Gangguan Thermoregulasi Hipertermi berhubungan dengan cairan yang diperoleh/sediaan cairan dalam tubuh bayi
17-12-2008
Pkl. 08.10 Wib S :
O :
• Keadaan umum bayi lemah dan gerakannya kurang aktif
• Bayi masih dalam inkubator
• Tanda-tanda vital
S: 36.5 0 C P: 108 x/ menit R. 68 x/menit
• Bayi dibedong dengan kain yang bersih dan hangat
• Kulit tipis dan belum terbentuk jaringan lemak
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Observasi TTV
• Atur suhu inkubator sesuai dengan suhu ruangan
• Kaji penyebab hipertermi/hipotermi
• Ganti popok apabila basah
Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai kebutuhan
3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Imaturitas sistem pencernaan 17-12-2008
Pkl. 09.00 Wib S: -
O:
• NGT tidak terpasang
• Muntah tidak ada
• Replek menghisap ada dan lemah
• PASI peroral 2 jam sekali sebanyak 5 cc
• BB: 1200 gram
• Turgor kulit tidak elastis
• IVFD D5 ½ NS Mikro drip 10 tts/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
I :
• Kaji reflek hisap dan menelan bayi
• Timbang BB / hari dengan timbangan yang sama
• Beri ASI atau PASI tiap 2 jam jika tidak terjadi retensi
• Bersihkan sisa-sisa susu di mulut bayi
• Observasi intake dan output cairan
• Kaji Bab dan BAK bayi
• Kolaborasi pemberian cairan sesuai kebutuhan perhari
4 Gangguan rasa aman : Cemas Orang tua berhubungan dengan tidak terjadinya Bonding Attachment. 17-12-2008
Pkl. 11.00 WIB S :
Orang tua bayi mengatakan ingin segera membawa pulang bayinya dan kapan bayinya sembuh
O :
• Orang tua klien tampak gelisah
• Orang tua klien kooperatif
• Orang tua klien tampak cemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Kaji tingkat kecemasan Orang Tua
• Kaji tingakat pengetahuan Orang Tua
• Beri waktu keluarga untuk bertemu dengan bayinya
• Beri penjelasan tentang keadaan bayinya
• Beri waktu keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
• Motivasi Orang tua bayi agar selalu menjenguk selam bayi salam perawatan
5 Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imunologi
17-12-2008
Pkl. 12.00 WIB S :
O :
• Tanda-tanda vital
• S: 36.8 0 C P: 102 x/menit R. 68 x/menit
• Terdapat bengkak pada daerah yang terpasang IVFD.
• Terpasang IVFD D5 ½ Ns 10 tts/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I :
• Kaji tanda – tanda infeksi
• Melakukan perawatan NGT dan Infus
• Observasi TTV
• Kolaborasi pemberian antibiotik

DAFTAR PUSTAKA

Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.

Friedman, 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.

Gaffar, Jumadi. L.O. 1999. Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC.

Garna, Heri.dkk. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke dua.Bandung : FKU Padjadjaran.

Irianto, Kus. Drs. 2004. Struktur Dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung : Yrama Widya.

Laksman, Hendra, T. Dr. 2003. Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambaran.

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1. Jakarta : EGC.

Markum. 1998. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Ajar Jilid 1, Bagian Kesehatan Anak , Fakultas UI, Jakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono, DR. dr. SpOG 2005, ILMU KEBIDANAN. Jakarta YBP-SP

Shelov, Steven P dan Hannemann, Robert E. 2004. Panduan Lengkap Perawatan Bayi Dan Balita. The American Academy Of Pediatrics.
Jakarta : ARCAN.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2002. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta : FKUI.

Supartini, Yupi, S.Kep, MSc. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Tambayong, Jan. Dr. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

WWW.Medicine and linux.com

WWW. Pediatric.com
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR MAMMAE By Udin

LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR MAMMAE

A. Pengertian
Kanker payudara adalah kanker pada jaringan payudara. Ini adalah jenis kanker paling umum yang diderita kaum wanita. Kaum pria juga dapat terserang kanker payudara, walaupun kemungkinannya lebih kecil dari 1 di antara 1000. Pengobatan yang paling lazim adalah dengan pembedahan dan jika perlu dilanjutkan dengan kemoterapi maupun radiasi (www.id-wikipedia.com, diakses tanggal 23 desember 2008)
Ketika sejumlah sel di dalam payudara tumbuh dan berkembang dengan tidak terkendali, inilah yang disebut kanker payudara. Sel-sel tersebut dapat menyerang jaringan sekitar dan menyebar ke seluruh tubuh. Kumpulan besar dari jaringan yang tidak terkontrol ini disebut tumor atau benjolan. Akan tetapi, tidak semua tumor merupakan kanker karena sifatnya yang tidak menyebar atau mengancam nyawa. Tumor ini disebut tumor jinak. Tumor yang dapat menyebar ke seluruh tubuh atau menyerang jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas. Teorinya, setiap jenis jaringan pada payudara dapat membentuk kanker, biasanya timbul pada saluran atau kelenjar susu (www.pitapink.com, situs resmi Yayasan Kanker Payudara Jakarta, diakses tanggal 24 desember 2008).
B. Anatomi Fisiologi

Keterangan
1. Jaringan kelenjar mammae
2. Lemak belakang mammae
3. Selubung subcutan memisahkan mammae dari kulit diatasnya.
4. Septa fibrosa ligamentum cooperi yang memfiksasi mammae pada kulit diatasnya.
5. Lapisan lemak dan M-Pectoralis di bawah facia profunda.

Untuk dapat mengenal perjalanan penyakit carcinoma mammae dengan baik dan memahami perawatannya yang baik maka sangat penting mengetahui anatomi mammae sehubungan dengan penyembuhan penyakit.
Mammae terletak pada hemitoraks kanan dan kiri dengan batas-batas sebagai berikut :
1. Batas-batas payudara yang tampak dari luar :
a. Superior : iga II atau III
b. Inferior : iga III atau VII
c. Medial : pinggir sternum
d. Lateral : garis aksilaris anterior
2. Batas-batas mammae yang sesungguhnya :
a. Superior : hampir sampai klavikula
b. Inferior : garis tengah
c. Lateral : m.Latissimus dorsi
3. Struktur mammae :
Mammae terdiri dari berbagai struktur :
a. Parenkim epitel
b. Lemak, pembuluh darah, saraf dan saluran getah bening
c. Otot dan fascia
Parenkum epitalia di bentuk oleh kurang lebih 15 – 20 lobus yang masing-masing mempunyai saluran tersendiri untuk mengalirkan produknya dan bermuara pada putting susu. Tiap lobus-lobus di bentuk oleh tubulus. Tubulus yang masing-masing terdiri dari 10 -100 asini group. Lobulus-lobulus ini merupakan struktur masing-masing terdiri dari 10 – 100 asini group. Lobulus-lobulus merupakan struktur daftar dari glandula mammae.
Mammae di bungkus oleh fasiapektoralis superficial dimana permukaan dan posterior dihubungkan oleh ligamentum cooper yang berfungsi sebagai penyangga .
C. Etiologi
Sebenarnya penyebab dari kanker mammae ini belum diketahui secara pasti. Namun dapat di cacat pula bahwa penyebab itu sangat mempengaruhi satu sama lain (E.M. Coppeland, 1991).
Ada beberapa factor yang merangsang atau memudahkan timbulnya atau terjadinya carcinoma mammae adalah :

1. Faktor endogen :
a. Hormon, diduga tidak adanya keseimbangan estrogen sehingga dapat menyebabkan carcinoma mammae. Oleh sebab itu carcinoma mammae lebih banyak perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
b. Mendapat haid pertama kurang dari umur 10 tahun
c. Menopause setelah umur 50 tahun
d. Tidak pernah melahirkan anak serta tidak pernah menyusui
e. Melahirkan anak pertama sesudah umur 35 tahun
f. Ibu dan saudara dari penderita carcinoma mammae mempunyai kemungkinan yang lebih besar menderita carcinoma mammae.
g. Obesitas pasca maunopause
h. Pemakaian alkohol.
2. Faktor eksogen :
a. Disebabkan oleh tumor yang terjadi karena trauma yang berulang-ulang iritasi yang berjalan kronis oleh karena rangsangan oleh bahan-bahan kimiawi, zat pewarna, sinar radioaktif.
b. Pernah mengalami operasi pada payudara kelainan jinak atau tumor ganas mammae
D. Insiden
Di Indonesia, carsinoma mammae pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah carcinoma serviks uterus. Di Amerika Serikat carcinoma mammae merupakan 28 % kanker pada wanita kulit putih dan 25 % pada wanita kulit hitam. Kurva insidens usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini dapat dimukan pada usia 45 – 66 tahun. Insidens carcinoma mammae pada laki-laki hanya 1 % sedangkan pada wanita 80 % (Ramli, 1995).
Penyakit carcinoma, khususnya carcinoma mammae dapat ditemukan baik pada wanita maupun laki-laki, frekuensi bertambah terutama pada usia 30 – 35 tahun dan meningkat pada umur 30 – 50 tahun (www.kingfoto.com. akses tanggal 23 Desember 2008)
Kanker payudara merupakan penyebab kematian nomor 2 untuk perempuan di Indonesia (www.pitapink.com situs resmi Yayasan Kanker Payudara Jakarta , diakses tanggal 24 Desember 2008).

E. Patofisiologi
Carsinoma mammae biasanya timbul dari sel-sel yang berasal dari jaringan lobular, kanker ini dapat bersifat invasive (infiltrate) maupun noninfasif (in situ). Lebih jauh lagi kejadian kanker yang paling sering kejadiannya pada mammae adalah carcinoma ductul invasive di ikuti oleh lobular carsinoma infasif, carcinoma (in situ) memiliki insiden terkecil (Syamsuddin dan De Jong, 1997).
Di dalam ilmu kedokteran terdapat dua macam tumor, antara lain
1. Tumor jinak :
Tumor jinak tidak membahayakan jiwa manusia, kecuali jika tumor tersebut menekan alat-alat vital.
2. Tumor ganas :
Yang di sebut kanker, ada dua macam tumor ganas :
a. Carsinoma ini berasal dari sel epitel dan kulit atau selaput lender.
b. Carsinoma berasal dari jaringan ikat.
Cara pertumbuhan kanker :
Rudolf Virchow, (jerman), adalah seorang yang pertama kali menggunakan dasar penyakit adalah sel kanker tumbuh secara ganas.
1. Kanker tumbuh dari satu atau beberapa sel dalam badan yang sebabnya belum diketahui dan mengalami perubahan yang tidak normal. Kanker tumbuh secara lambat atau cepat dan masing-masing anak sel itu tumbuh menjadi sel kanker pula, sehingga lama kelamaan menjadi besar dan membentuk suatu benjelon yang disebut tumor.
2. Sesudah beberapa waktu sel kanker tumbuh kea rah permukaan atau jaringan sekitarnya, ini dikenal dengan sifat infiltrasi atau infasi. Untuk sementara waktu sel kanker berada disekitar sel asal penyakit masih terbatas local, ini di sebut stadium T. Stadium ini adalajh stadium permukaan dan masih di operasi atau diradiasi.
3. Stadium lanjut, beberapa sel kanker melepaskan diri oleh pembuluh limfe atau pembuluh darah kebagian yang lain di badan. Proses “metaphase” ini dalam keadaan masih punya alat untuk melindungi diri kemudian ditangkap oleh kelenjar limfe akan tumbuh kanker baru dan menjadi besar kadang-kadang dapat diraba dari luar. Stadium ini disebut pertumbuhan kanker regoanal disebut stadium “ N”.
4. Jika kanker dibiarkan dan tidak diobati, sel-sel kanker akan menyebar kebagian-bagian lain disebut metastase jauh atan stadium “M” .
Klasifikasi penyebaran TNM.
T
Tx = Tumor Primer tidak dapat ditentukan
TIS =Karsinoma insitu dan penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor
TO = Tidak ada bukti adanya tumor primer
T1 = Tumor < 2 cm T2 = Tumor 2 – 5 cm T3 = Tumor > 5 cm
T4 = Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thorax atau ke kulit
dengan tanda udem, luka, peau, atau d’orange
N
NX = Kelenjar regional tidak dapat ditentukan
ND = Tidak teraba kelenjar aksila
N1 = Teraba kelenjar aksila homolateral yang satu sama lain atau melekat
pada jaringan sekitarnya.
N2 = Teraba kelenjar aksila yang satu sama lain atau melekat
pada jaringan sekitarnya.
N3 = Terdapat kelenjar mammavia interna homolateral
M
MX = Tidak dapat ditemukan metastase jauh
Mo = Tidak ada metastase jauh
M1 = Terdapat metastase jauh termasuk kekelenjar suptara klavikuler .
F. Manifestasi Klinik
1. Risiko tinggi :
a. Carsinoma dapat ditemukan metastase jauh
b. Bekas kanker payudara
c. Tidak ada anak atau anak pertama tertunda
2. Risiko dini : benjolan tunggal tanpa nyeri yang agak keras batas kurang jelas.
3. Tanda lama :
a. Retraksi kulit atau ariola
b. Retraksi atau inverse puting
c. Kelenjar aksila dapat diraba
d. Pengecilan mammae
e. Pembesaran mammae
f. Edema kulit
g. Fiksasi pada kulit atau dinding thoraks
4. Tanda akhir : Tukak, kelenjar supraklavikula di raba, edema lengan, metastase tulang, paru, atau tempat lain
Terdapat penilaian bahwa 90 % dari seluruh benjolan pada mammae dapat di deteksi oleh klien. Gejala klinis/ciri-ciri carcinoma mammae yang infiltrate :
1. Adanya massa yang payudara tanpa gejala atau dengan gejala yang sangat sedikit.
2. Lesi pada kuadran atas lateral, tumbuh progresif keseluruh arah.
3. Retraksi kulit.
4. Tidak dapat digerakkan dari dasar akibat perlengketan pada fasia dinding thorax.
5. Retraksi putting susu, keluar lender dari putting susu.
6. Metastase, kelenjar regional atau tumbuh yang jauh.
7. Keadaan umum klien lemah
8. Penyebarannya yang melalui saluran limfe dan pembuluh darah
Gejala dan tanda penyakit mammae :
1. Nyeri :
a. Berubah dengan daur, penyebab fisiologi seperti saat mentruasi
b. Tidak tergantung daur menstruasi, tumor jinak, tumor ganas, infeksi
c. Kenyal, kelainan fibrokistin
d. Lunak, lipoma
2. Perubahan kulit :
a. Bercawam, sangat mencurigakan karsinoma
b. Benjolan kelihatan, kista, karsinoma, fibroadenoma besar
c. Kulit jeruk, khas benjolan adalah kanker (tanda khas)
d. Kemerahan, infeksi (jika panas)
e. Tukak, kanker lama (terutama orang tua)
3. Kelainan putting :
a. Retraksi, fibrosis karena kanker
b. Infeksi baru, retraksi fibrosis karena kanker
c. Eksema, pelebaran duktus (ciri khas penyakit kanker)
d. Keluarnya cairan berwarna hijau, pelebaran duktus dan kelainan fibrokistik
e. Hemoragin, karsinoma

G. Tes Diagnostik
a. Mammografi
Pengujian mammae dengan menggunakan sinar untuk mendeteksi secara dini. Memperlihatkan struktur internal mammae, dapat untuk mendeteksi kanker yang tidak teraba atau tumor yang terjadi pada tahap awal. Mammografi pada masa menopause kurang bermanfaat karean gambaran kanker diantara jaringan kelenjar kurang tampak.
b. Thermography
Mengukur dan mencatat emisi panas yang berasal; dari mammae atau mengidentifikasi pertumbuhan cepat tumor sebagai titik panas karena peningkatan suplay darah dan penyesuaian suhu kulit yang lebih tinggi.
c. Xerodiography
Memberikan dan memasukkan kontras yang lebih tajam antara pembuluh-pembuluh darah dan jaringan yang padat. Menyatakan peningkatan sirkulasi sekitar sisi tumor.
d. Ultrasonography
Untuk mndeteksi luka-luka pada daerah padat pada mammae ultrasonography berguna untuk menentukan adanya kista, kadang-kadang tampak kista sebesar sampai 2 cm.
e. Aspirasi
Pengaliran kista dan untuk mendapat preparat dan sediaan pemeriksaan sitologik.
f. Biopsi
Untuk menentukan secara menyakinkan apakah tumor jinak atau ganas, dengan cara pengambilan massa. Memberikan diagnosa definitif terhadap massa dan berguna klasifikasi histogi, pentahapan dan seleksi terapi.
H. Penatalaksanaan Medik
Pilihan pengobatan untuk kanker payudara tergantung pada tipe, ukuran dan lokasi tumor, juga karakteristik klinis. Terapi dapat termasuk intervensi bedah tanpa radiasi, kemoterapi dan terapi hormone. Penggunaan trasnplantasi sumsum tulang masih dalam penelitian.
1. Pembedahan
Tipe pembedahan secara umum dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu mastektomi radikal, inextektomi total dan prosedur lebih terbatas. Contoh: segmental., lumpektomi. Mastektomi adalah pengangkatan seluruh atau sebagian payudara disebabkan oleh kanker payudara stadium I dan II. Mastektomi total mengangkat semua jaringan payudara tetapi modifikasi mengangkat seluruh payudara atau seluruh nodus, kadang-kadang otot-otot, pektoralis minor dan mayor, limfe, ketiak. Lumpektomi dianggap tumor non metastatik bila kurang dari 5 cm ukurannya tidak melibatkan putting.
2. Radiasi
a. Terapi eksternal beam, melakukan kira-kira selama 5 minggu. Wanita mengalami masa perpanjangan kelelahan dan depresi oleh kanker katabolisme dan hilangnya jaringan.
b. Terapi interstitial, jarum iridium ditanamkan ke dalam payudara klien dan di bawah pengawasan anestesi umum.
3. Pengobatan kemoterapi, pemberian kemoterapi direncanakan berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembedahan-pembedahan dalam reaksi sel kanker dan normal terhadap obat sistotik. Kemotherapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran secara sistemik dan juga dipakai sebagai terapi ajuvan.
Kemotherapi ajuvan diberikan kepada pasien yang pada umumnya yang ditemukan ada metastasis di beberapa kelenjar pada pemeriksaan hispatologi pasca bedah mastektomi. Tujuannya adalah menghancurkan mikrometastis di dalam tubuh yang biasanya terdapat pada klien yang kelenjar aksilanya sudah mengandung metastase, obat yang diberikan kombinasi giklofamid, metotreksa dan fluorourasil selama enam bulan pada wanita premanapouse sedangkan pada pascamenopouse diberikan terapi ajura hormonal berupa pada antiestrogen.
Terapi hormonal adalah bila penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemotherapinya karena efek lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua kanker peka terhadap terapi hormonal.
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Aktivitas/istirahat.
Gejala : aktivitas yang melibatkan banyak gerakan tangan/pengulangan pola tidur.
Makanan/cairan.
Gejala : nyeri pada sekitar luka

Integritas ego
Gejala : stressor konstan dalam pekerjaan, takut
tentang diagnosa, harapan yang datang
Keamanan
Gejala : massa nodul aksila, edema, eritema pda kulit sekitarnya.
Seksualitas
Gejala : masalah seksual misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan, multigravida lebih besar dari usia 30 tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalahh pernyataan atau kesimpulan yang di ambil dari pengkajian tentang status kesehatan klien. Diagnosa keperawatan adalah diagnosa yang dirumuskan oleh perawat professional, menggambarkan status atau masalah kesehatan yang dirasakan oleh klien. Dari gejala yang timbul maka masalah keperawatan yang dapat muncul adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan saraf perifer
b. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan status kesehatan
c. Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang.
e. Defisit selfcare, kebersihan, berpakaian, makan/minum, eliminasi berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka
g. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
h. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan bedah kulit
i. Konstipasi berhubungan dengan tirah baring yang lama
j. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

3. Perencanaan/Intervensi

1. NDx : Nyeri berhubungan dengan penekanan saraf perifer, trauma jaringan, pembentukan edema
Tujuan :
Klien akan melaporkan nyeri berkurang/teratasi dengan criteria :
a) Klien mengatakan nyeri hilang
b) Ekspresi wajah ceria
c) Vital sign dalam keadsaan normal
INTERVENSI:
1. Kaji keluhan klien, perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas (0 – 10). Dan perhatikan reaksi verbal dan non verbal yang tunjukkan.
2. Monitor tanda-tanda vital.
3. Atur posisi yang menyenangkan.
4. Pemberian obat analgetik.
RASIONAL:
1. Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgetik, karena pengangkatan jaringan, otot dan system limfe dapat mempengaruhi nyeri yang alami.
2. Perubaha tanda-tanda vital dapat diakibatkan oleh rasa nyeri dan merupakan indicator untuk menilai keadaan perkembangan penyakit.
3. Perubahan posisi dapat mengurangi stimulasi nyeri akibat penekanan.
4. Analgetik berfungsi menghambat rangsangan nyeri dari saraf perifer sehingga nyeri tidak dipresepsikan.

2. NDx : Gangguan konsep diri berhubungan dengan biofisika, prosedur bedah yang mengubah gambaran tubuh.
Tujuan Klien akan menunjukkan konsep diri yang adekuat dengan criteria :
a) Penerimaan diri dalam situasi kritis
b) Pengenalan dan tidak mengaktifkan harga diri
c) Menyusun tujuan yang realistis dan secara aktif berpartisipasi dalam program terapi
INTERVENSI
1. Dorong untuk mengungkapkan pertanyaan tentang situasi saat ini dan harapan yang akan datang. Berikan dukungan emosional .
2. Dorong klien untuk mengekspresi-kan perasaan, misalnya marah, bermusuhan dan duka.
3. Kaji ulang kemungkinan untuk dibedah rekonstruksi atau pemakaian prostektif.
4. Berikan prostesis bila diindikasikan
RASIONAL:
1. Kehilangan payudara menyebabkan reaksi, termasuk perasaan perubahan gambaran diri, takut reaksi pasangan hidup terhadap perubahan tubuhnya.
2. Kehilangan bagian tubuh membu-tuhkan penerimaan, sehingga klien dapat membuat rencana masa depan.
3. Rekonstruktif memberikan sedikit penampilan tidak lengkap atau mendekati normal
4. Prostesis milon dan dakron dapat dipakai pada pra sampai insisi sembuh, bila bedah rekonstruksi tidak dilakukan pada waktu mastektomi sehingga meningkatkan penerimaan diri.

3. NDx : Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan aktivitas intolerance yang adekuat, dengan kriteria :
a) Klien mampu beraktivitas sendiri
b) Klien tidak mengeluh sakit pada saat beraktivitas
INTERVENSI:
1. Kaji derajat imobilitas klien
2. Bantu klien dalam pergerakan pasif. kehangat distal pada fraktur.
3. Rubah posisi klien setiap 4 jam
4. Membantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari..
RASIONAL:
1. Derajat imobilisasi merupakan pedoman untuk menentukan intervensi.
2. Membantu dalam pergerakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekakuan otot.
3. Mengubahan posisi dapat memper-lancar sirkulasi darah keseluiruh tubuh sehingga tidak terjadi kekakuan otot dan kerusakan kulit..
4. Kebutuhan klien dapat terpenuhi sehingga klien merasa diperhatikan.

4. NDx : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda-tanda ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan kriteria :
a) Nafsu makan baik
b) Porsi makan dihabiskan
c) Berat badan normal, sesuai dengan tinggi badan.
INTERVENSI:
1. Kaji nafsu makan.klien.
2. Kaji hal-hal yang menyebabkan klien malas makan
3. Anjurkan klien untuk makan porsi sedikit tapi sering.
4. Anjurkan dan ajarkan melakukan kebersihan mulut sebelum makan.
5. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian TKTP.
RASIONAL:
1. Mengetahui sejahmana terjadinya perubahan pola makan dan sebagai bahan untuk melaksanakan intervensi.
2. Mendeteksi secara diri dan tepat agar mencari intervensi yang cepat dan tepat untuk penanggulangannya.
3. Porsi yang sedikit tapi sering membantu menjaga pemasukan dan rangsangan mual/muntah.
4. Menimbulkan rasa segar, mengurangi rasa tidak nyaman, sehingga berefek meningkatkan nafsu makan.
5. Makanan Tinggi Kalori Tinggi Protein dapat mengganti kalori, protein, dan cairan yang hilang dalam tubuh dan mengganti sel-sel, jaringan yang rusak serta dapat meningkatkan nafsu makan .

5. NDx : Devisit self care berhubungan dengan kelemahan fisik. .
Tujuan:
Klien akan menunjukkan perawatan diri yang adekuat, dengan criteria :
a) Klien merasa nyaman
b) Kulit, rambut bersih
c) Kuku pendek dan bersih.
INTERVENSI:
1. Kaji kemampuan rawat diri klien
2. Mandikan klien (lap Basah)
3. Potong kuku klien
4. Ganti alat tenun klien
5. Beri HE tentang pentingnya kebersihan diri.
RASIONAL:
1. Sebagai indicator tindakan perawatan selanjutnya
2. Memenuhi kebuituhan hygiene klien dan memberikan rasa nyaman dan segar.
3. Menghindari kemungkinan terjadinya infeksi pada kulit.
4. Alat tenun yang bersih dan rapi memberikan kenyamanan.
5. Mendorong klien untuk memenuhi kebutuhan kebersihan.

6. NDx : Risiko infeksi berhubungan dengan luka
Tujuan : Klien akan menunjuukkan tidak adanya tanda-tanda infeksi dengan kriteria: tidak ada panas, tidak ada edema, tidak ada rasa sakit, tidak ada kemerahan, Leucosit dalam keadaan normal
INTERVENSI:
1. Kaji tanda-tanda infeksi
2. Ganti balutan dengan mempertahan-kan teknik aseptik dan septik
3. Anjurkan klien agar tidak menyentuh area luka .
4. Pemberian antibiotik
RASIONAL:
1. Infeksi yang hebat dapat meng-ham-bat proses penyembuhan penyakit.
2. Menghindari perpindahan kuman dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan..
3. Meminimalkan kesempatan infeksi dan kontaminasi
4. Antibiotik dapat membunuh bakteri sehingga mempercepat pertumbuhan jaringan dan menghambat terjadinya infeksi.

7. NDx : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan: klien akan mengatakan saya tidak cemas dengan kriteria :
a) Klien tidak bertanya tentang penyakitnya
b) Daerah akral tidak dingin
c) Tanda-tanda vitak normal
INTERVENSI :
1. Kaji tingkat kcemasan.
2. Beri informasi yang benar tentang penyakitnya.
3. Dengarkan keluhan klien.
RASIONAL:
1. Mengetahui sejauhmana tingkat kecemasan yang dirasakan sehingga memudahkan dalam melakukan tindakan yang sesuai.
2. Klien memahami dan mengerti tentang keadaan penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam perawatan dan pengobatan.
3. Klien merasa diperhatikan sehingga klien merasa aman dan tenang .

8. NDx : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan bedah kulit
Tujuan: Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda-tanda kerusakan integritas kulit, dengan kriteria:
a.) Meningkatkan waktu penyembuhan luka
b.) Menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan.
INTERVENSI:
1. Kaji balutan/karakteristik.
2. Rubah posisi ke posisi semi fowler
3. Dorongan untuk menggunakan pakaian yang tidak sempit.
RASIONAL:
1. Penggunaan balutan tergantung luas pembedahan dan tipe penutupannya.
2. Meningkatkan risiko kontriksi, infeksi dan limpedema pada sisi yang sakit.
3. Mengurangi tekanan pada jaringan yang tertekan sehingga memungkinan memperbaiki sirkulasi

9. NDx : Konstipasi berhubungan dengan tirah baring yang lama
Tujuan : Klien akan mengatakan saya tidak kontipasi dengan kriteria :
a) Peristaltik usus meningkat
b) Buang air besar lancar
INTERVENSI:
1. Kaji kebiasaan buang air besar
2. Anjurkan klien minum banyak.
3. Anjurkan makan makanan berserat
4. Anjurkan klien melakukan mobilisasi ringan.
5. Beri obat laktasif.
RASIONAL:
1. Untuk mengetahui pola buang air besar sehingga mudah dalam memberikan tindakan yang sesuai.
2. Untuk mengimbangi peningkatan absorpsi air dimukosa usus sehingga faeces lunak.
3. Makanan berserat meningkatkan reabsorpsi usus untuk merangsang usus meningkat.
4. Mobilisasi ringan dapat merangsang mobilitas usus sehingga peristalti usus meningkat.
5. Obat laktasif kerjanya dapat merangsang defekasi.

10. NDx : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
Tujuan:
Klien akan m,elaporkan kebutuhan istirahat tidur terpenuhi dengan criteria :
d) Klien tidak sering terbangun
e) Klien tidak susah tidur
INTERVENSI:
1. Kaji pola tidur klien
2. Beri posisi yang menyenangkan waktu klien akan tidur.
3. Ciptakan suasana tenang pada waktu klien tidur
4. Beri HE tentang pentingnya istirhat yang cukup.
5. Beri obat diazefam.
RASIONAL:
1. Untuk mengetahui cukup tidaknya waktu istirahat dalam 24 jam
2. Dapat mengurangi rangsangan pada hipotalamus sebagai pusat kesadaran.
3. Suasana yang tenang dapat membantu klien untuk memulai tidur.
4. Klien dapat mengerti dan mau melakukannnya sehingga mempercepat penyembuhan.
5. Diazepam berfungsi merelaksasikan otopt sehingga klien dapat tenang dan mudah untuk tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marilyn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta

E.M. Coppeland, 1991).Karakteristik penyebab Carcinoma Mammae.EGC. Jakarta

Ramli, 1995.Insiden Carcinoma Mammae.EGC. Jakarta

Syamsuddin dan De Jong, 1997.Karakteristik carcinoma mammae.EGC. Jakarta

www.id-wikipedia.com, diakses tanggal 23 Agustus 2008

www.kingfoto.com. akses tanggal 23 Desember 2008)

www.pitapink.com situs resmi Yayasan Kanker Payudara Jakarta , diakses tanggal 24 Desember 2008).
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments